• Home
  • About
  • Wanderbey
  • Contact
    • Email
    • WhatsApp
    • Line
  • Snap
facebook twitter instagram pinterest Email

haybeys

 Pagi ini aku bangun dan berharap untuk menemukan alasan lain kenapa aku harus terus bertahan untuk berjuang. Hari ini rasanya seperti aku sedang berlari-lari di hutan lalu tersesat tanpa penunjuk arah dan tak tahu jalan untuk keluar. Aku mengandalkan instingku yang lelah. Kalau hari ini belum bisa, mungkin besok atau lusa. Atau bisa saja minggu depan, bulan depan, tahun depan, atau tidak sama sekali. Perbekalanku yang tidak seberapa ini hampir habis dan belum kutemukan air untuk kuminum dan tumbuhan liar untuk kumakan. Aku sendirian.

Aku sudah lupa rasanya keadaan di luar. Bayangan tentang masa depan dan masa laluku tertutup oleh pohon-pohon yang mungkin usianya bahkan lebih tua dari kakek buyutku. Hari ini, ribuan pertanyaan berdengung di kepalaku seperti suara kodok setelah hujan. Semua tentang bagaimana. Bagaimana jika ternyata aku tidak akan pernah keluar? Bagaimana rasanya jika tiba-tiba melihat keajaiban di balik pohon rindang? Harapan dan keputusasaanku bersahut-sahutan dalam kepalaku.

Share
Tweet
Pin
Share
1 feedback dari kalian

 Seharusnya sekarang tidak termasuk waktu senggang. Kalaupun iya, seharusnya masih banyak hal yang harus aku kerjakan. Tapi entah kenapa rasanya aku ingin menulis. Aku sedang duduk menghadap ke arah luar pintu. Hujan deras sedang turun sekarang. Angin dingin menerpa dari pintu dan jendela yang terbuka, juga dari kipas angin yang menyala di sampingku. Kira-kira beginilah keadaan ketika moodku tiba-tiba menjadi sangat baik untuk menulis. Oh dan tentu saja ada lagu yang sedang menemaniku. Aku tidak tahu apa judulnya tapi yang jelas ini lagunya Hivi!. Oh, what a great vibes...

Sekarang sudah mendekati jam pulang di kantorku. Pekerjaan untuk hari ini sudah kuselesaikan. Ketika sampai di paragraf ini, hujan sedang turun semakin deras. Aku membayangkan betapa kuyupnya aku nanti ketika perjalanan pulang. Tapi tak apa. Alhamdulillah. Hujan adalah rizki dari Tuhan. Aku tidak akan mengeluhkan. Oiya, suara hujan menghisap habis lagu yang sedang kuputar. Maklum, aku sedang berada di luar ruangan. Di meja resepsionis menghadap tiang bendera. Bisakah kalian membayangkannya?

Hujan masih saja deras di paragraf ketiga. Baunya semerbak memenuhi tempatku berpijak. Ah, betapa sore yang indah.

Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian

 Tiba-tiba saja sudah akhir November. Sepertinya aku tidak pernah benar-benar serius saat berkata mau menulis lebih banyak tahun ini. Meskipun sebenarnya tidak sepenuhnya begitu karena sungguh jika kalian membaca draft dalam notes di hpku, akan kalian temukan puluhan catatan yang memang tidak pernah aku rencanakan untuk dipublikasikan. Biarlah kemarahan dan gundah gulanaku tersimpan rapi untukku sendiri.

Anyway, apa kabar? Masihkah kalian rajin menulis dan membaca? Aku iya. Semata-mata untuk menjaga kewarasanku yang semakin hari semakin kupertanyakan. Haha. Tapi sedari dulu, sepertinya disini menjadi tempatku kabur sejenak untuk melepas penat. Kudoakan kalian juga paling tidak punya satu atau dua tempat untuk kabur sepertiku. Tidak perlu lama, tapi melegakan.

Aku tidak tau lagi apa yang harus kutulis disini. Tetapi jika aku boleh menyontek tulisan dari notesku, maka izinkan aku bercerita tentang apa-apa yang kurasakan akhir-akhir ini. Segalanya baik, alhamdulillah. Tidak ada yang terlalu istimewa. Tetapi jika boleh jujur, sesungguhnya aku tidak bisa mendeskripsikan apa yang sedang kurasakan setelah semua yang kujalani. Sedihkah? Keceweakah? Bahagiakah? Pasrahkah? Ikhlaskah? Marahkah? Berharapkah? Aku tidak benar-benar tau.

Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian

Seolah aku bermusuhan dengan waktu.

Berlari, bergerak-gerak dari tenggat waktu sana dan sini.

Mencari celah untuk menumbuhkan pohon harapan untukku sendiri.

Teka-teki ini lebih sulit dari bayanganku.

Seperti jawaban yang sudah ada di ujung penaku, tapi ternyata kotaknya lebih atau kurang satu.

Lalu pikiranku menjadi buntu.

Hilang arah tak tahu harus memberikan jawaban apa sementara orang-orang bertanya menelisik.

Seolah-olah aku adalah topik paling menarik.

Kau pikir aku mampu melawan kehendak pemilik semesta?

Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian

 Setelah menikah, seringkali aku bertanya-tanya kepada diriku sendiri tentang perasaanku dan suamiku. Rasa-rasanya cinta kami semakin tenggelam dan tidak tampak di permukaan seperti dulu saat kami masih berpacaran. Hari ini kutemukan jawaban yang ternyata sederhana sekali. Rasa cinta kami sudah berevolusi.

Pagi ini, belum genap jam delapan dan aku sudah naik turun tangga menuju langit-langit sebanyak lima kali. Untuk aku yang jarang menaiki tangga, hal ini menjadi prestasi. Seperti juara satu saat sedang berkompetisi. Kali pertama dan kedua rasanya takut sekali. Selanjutnya masih takut, tapi sudah terbiasa. Jika untuk perasaan yang tidak nyaman seperti rasa takut saja kita bisa terbiasa, apalagi dengan perasaan cinta? Itu baru poin pertama.

Poin kedua adalah alasan kenapa aku memberanikan diri menaiki tangga. Sebenarnya itu sangat mudah ditebak. Karena Chaca gendut dan aku mengkhawatirkan keselamatannya. Jadi lebih baik aku saja. Rela berkorban untuk hal yang remeh temeh. Eh tapi kalo aku jatuh belum tentu Chaca berhasil menangkapku tanpa ikut terluka juga kan? Jadi ya.. kuanggap ini karena cinta. Haha.

Sebenarnya, aku hanya menemukan 2 poin di atas. Tapi aku cari-cari lagi supaya genap tiga. Atau ganjil tiga? Ah sudahlah. Intinya akan aku tambahkan satu alasan lagi tentang bagaimana aku menemukan definisi baru tentang cinta. Hilihkin..ups.

Hampir 11 tahun. Mungkin itu poin ketiga. Kami menjadi bagian dari hidup satu sama lain sejak masih remaja yang tentu saja tidak tahu menahu tentang apa itu cinta. Lalu bertumbuh. Lalu tahu. Lalu menjadi alasan untuk terus sama-sama. Lalu terbiasa. Seolah Chaca adalah denyut nadiku, tarikan nafasku, detak jantungku. Haha, jika diteruskan aku mulai merasa mual. Tapi yaaaah... intinya. Karena kami terlalu terbiasa lalu lupa. Bukankah itu manusiawi sekali? Lupa maksudku.

Sebagai penutup, izinkan aku untuk mengucapkan terima kasih atas hal-hal kecil yang seringkali tidak kami sadari sebagai bentuk cinta. Terima kasih ya... :)

Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian
Aku tidak begitu yakin apakah dengan seluruh paragraf yang kususun aku bisa disebut piawai dalam mengolah kata. Jika memang iya, maka akan kudedikasikan kepiawaianku dalam menulis untuk manusia yang ketika tulisan ini ditulis sedang ada di hadapanku, sibuk membersihkan hidungnya. Sedikit ia peduli, lebih banyak acuh tak acuh. Bahkan ketika aku mendapatinya bertingkah aneh lalu mengolok-oloknya. Tak bergeming. Begitulah suamiku.

Kemarin baru saja kuhitung. Total waktu aku mengenalnya adalah 128 bulan hingga saat ini. Lumayan lama sebenarnya. Tapi jika melihatku kasmaran setiap hari dengannya seperti ini, orang akan menebak aku baru bertemu dengannya kemarin. Cinta pandangan pertama yang bertahan semoga sampai pandanganku tertutup usia.

Mimpi apa ya aku semalam? Bisa-bisanya sepagi ini perasaanku sudah berbunga-bunga karena jatuh cinta. 
Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian
Satu tahun berlalu, sejak entah apa. Aku tak pernah benar-benar tahu apa yang kulewatkan atau apa yang kujalani. Waktu bagiku seperti berlari tanpa kaki. Ringan saja aku sampai pada hari ini. Jadi kurasa, aku baik-baik saja. Setidaknya itu yang kukatakan pada diriku setiap hari. Mari berjuang untuk hari ini dan bertahan sampai besok. Sampai besok. Sampai minggu depan. Sampai bulan depan. Sampai tahun depan. Sampai selamanya. Whoa. Selamanya menakutkan juga ternyata. Baiklah, mari bertahan sampai lelah lalu berhenti lalu memulai lagi.

Ada saatnya aku menulis tidak dengan kepala jernih. Aku tidak tahu kondisiku saat ini. Tapi kubilang jernih rasanya terlalu mengada-ada. Otakku penuh jadi harus kukeluarkan dengan kata-kata. Bukankah segala yang kusut harus diurai? Bagiku, kata-kata inilah prosesnya. Terlalu lama kusimpan sendiri juga berbahaya. Bagiku dan orang-orang yang kuajak bicara dengan nada menyebalkan. Sungguh bukan itu maksudku. Otakku penuh jadi aku kekurangan space untuk segala informasi yang baru.

Seringkali aku bertanya dalam hati, apakah aku berubah? Apakah ketika orang dari masa lalu bertemu denganku mereka akan menyatakan perubahanku sebesar apa? Apakah aku masih sama saja dengan aku sepuluh, lima belas tahun yang lalu? Aku merasa tidak bertumbuh ke arah yang seharusnya. Sebagian diri dari masa laluku tersangkut denganku sekarang ketika seharusnya ia sudah pergi dan aku berganti. Ah, kalau dirasa-rasa jadinya seperti aku tidak berubah sama sekali.

Dua ribu dua puluh. 26 tahun usiaku. Hidup yang sedang kujalani kebanyakan adalah hidup yang aku bayangkan aku jalani lima, sepuluh tahun yang lalu. Kecuali beberapa hal tentu saja. Kekecewaan yang terus berulang dan tak bisa kukendalikan. Rasa kesalku akan banyak hal yang tak bisa kusembunyikan. Kesedihan yang tidak pernah sengaja kutampakkan. Baiklah, untuk satu dan lain hal aku memang menyedihkan. Bolehkah aku melewati tahap susah-susah ini dan langsung menuju baik-baiknya saja? Ataukah ini hal baik yang tak pernah aku sadari atau kupahami? Bolehkah aku melewati kebingungan ini dan langsung menjadi paham saja?

Kenapa ya hidupku rumit? Tiba-tiba sudah bulan ketujuh tahun dua ribu dua puluh. Tahun ini berlari dengan kecepatan cahaya. Bahkan kemarin saja sudah lebih jauh dari hari esok. Begitulah seharusnya. Tapi tetap saja sebelum tidur lebih banyak hal yang kusesalkan daripada yang kusyukuri. Apakah aku sudah sampai batas lelahku? Padahal aku sendiri yang dengan bangga mengatakan aku hidup berdampingan dengan tekanan. Tekanan adalah kawan baikku. Tekanan adalah blah blah blah. Dasar mulutku yang berbahaya.

Lagi-lagi aku menulis di waktu yang tidak seharusnya. Panjang umur semua orang yang sedang berjuang bertahan!
Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian
Pintu diketuk, harapan terbentuk
Belum terbuka hingga masa yang lama
Mungkinkah aku berdiri di depan pintu yang tak seharusnya?
Pertanyaan itu mengudara, harapan sejenak sirna
Seberapa jauh ujung dunia?
Mungkin batasku yang kurang luas
Berdiri lagi habis jatuh walau payah
Terkoyak harga diri, nurani, ilusi, mimpi dan kata hati
Berdetak jantungku bagai jarum jam yang berisik
Tik... Tok.. Tik.. Tok... Tik... Tok...
Mungkin ada yang terlewatkan oleh usaha
Bukankah manusia tak seharusnya menyerah karena punya Tuhan Yang Maha Pemurah?
Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian
Halo! Selamat tahun baru, semua! Hehe
Anggap aku gila tapi bukankah kehidupan akhir-akhir ini membuat siapa pun kehilangan kewarasannya? Setelah sekian lama, akhirnya menulis lagi dan tentu saja dalam keadaan yang kurang begitu baik. Pekerjaanku akhir-akhir ini membuatku sangat sibuk tapi bukan itu yang menyita pikiranku. Dunia sedang sakit. Semua orang panik. Katanya, alam punya caranya untuk menyembuhkan diri. Tapi apapun itu, aku yakin Tuhan punya rencana yang lebih besar setelah ini.
Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian
Newer Posts
Older Posts

Hello!

Who's Haybey

Who's Haybey
Haybey is 30 something years young used-to-be-social-media-junkie who loves to tell stories about her daily life

About Me

My photo
Haybey
Jakarta, Indonesia
Berpikir melanglang buana ke langit dengan hati tetap menapak bumi. Berkontribusi tanpa eksistensi. JPP UGM 2012.
View my complete profile

Facebook

Friends

My Diary

  • ►  2025 (1)
    • ►  January 2025 (1)
  • ►  2024 (4)
    • ►  December 2024 (2)
    • ►  March 2024 (1)
    • ►  February 2024 (1)
  • ►  2023 (5)
    • ►  December 2023 (1)
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  March 2023 (3)
  • ►  2022 (2)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  July 2022 (1)
  • ►  2021 (8)
    • ►  October 2021 (2)
    • ►  September 2021 (1)
    • ►  July 2021 (1)
    • ►  January 2021 (4)
  • ▼  2020 (9)
    • ▼  December 2020 (2)
      • Alasan
      • Terkecoh
    • ►  November 2020 (1)
      • Janji yang Tidak Terpenuhi
    • ►  September 2020 (1)
      • Linimasa (I)
    • ►  August 2020 (1)
      • Definisi Baru Tentang Cinta
    • ►  July 2020 (2)
      • C For Chaca
      • Tujuh
    • ►  June 2020 (1)
      • Berdetak
    • ►  March 2020 (1)
      • III
  • ►  2019 (9)
    • ►  October 2019 (1)
    • ►  September 2019 (4)
    • ►  July 2019 (1)
    • ►  May 2019 (2)
    • ►  March 2019 (1)
  • ►  2018 (7)
    • ►  December 2018 (1)
    • ►  July 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  March 2018 (2)
  • ►  2017 (8)
    • ►  December 2017 (1)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  March 2017 (1)
    • ►  February 2017 (3)
  • ►  2016 (5)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  January 2016 (1)
  • ►  2015 (15)
    • ►  December 2015 (1)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  July 2015 (2)
    • ►  June 2015 (4)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  March 2015 (2)
    • ►  January 2015 (3)
  • ►  2014 (6)
    • ►  December 2014 (4)
    • ►  October 2014 (1)
    • ►  June 2014 (1)
  • ►  2013 (9)
    • ►  November 2013 (3)
    • ►  April 2013 (2)
    • ►  January 2013 (4)
  • ►  2012 (47)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  October 2012 (9)
    • ►  September 2012 (4)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  June 2012 (2)
    • ►  April 2012 (4)
    • ►  March 2012 (7)
    • ►  February 2012 (8)
    • ►  January 2012 (5)
  • ►  2011 (26)
    • ►  December 2011 (12)
    • ►  November 2011 (6)
    • ►  October 2011 (5)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  August 2011 (1)
    • ►  May 2011 (1)

Find Me On

  • twitter
  • instagram
  • youtube

Created with by ThemeXpose