Berhanyut-hanyut perasaanku.
Jatuh tergelincir.
Luruh mencair.
Seolah ada yang bergelayut.
Berat membelenggu, menyiksaku.
Enggan kulepas.
Lalu kubiarkan mengikisku.
Membentuk aku.
Selamat tahun baru..
Berhanyut-hanyut perasaanku.
Jatuh tergelincir.
Luruh mencair.
Seolah ada yang bergelayut.
Berat membelenggu, menyiksaku.
Enggan kulepas.
Lalu kubiarkan mengikisku.
Membentuk aku.
Selamat tahun baru..
Pagi ini aku bangun dan berharap untuk menemukan alasan lain kenapa aku harus terus bertahan untuk berjuang. Hari ini rasanya seperti aku sedang berlari-lari di hutan lalu tersesat tanpa penunjuk arah dan tak tahu jalan untuk keluar. Aku mengandalkan instingku yang lelah. Kalau hari ini belum bisa, mungkin besok atau lusa. Atau bisa saja minggu depan, bulan depan, tahun depan, atau tidak sama sekali. Perbekalanku yang tidak seberapa ini hampir habis dan belum kutemukan air untuk kuminum dan tumbuhan liar untuk kumakan. Aku sendirian.
Aku sudah lupa rasanya keadaan di luar. Bayangan tentang masa depan dan masa laluku tertutup oleh pohon-pohon yang mungkin usianya bahkan lebih tua dari kakek buyutku. Hari ini, ribuan pertanyaan berdengung di kepalaku seperti suara kodok setelah hujan. Semua tentang bagaimana. Bagaimana jika ternyata aku tidak akan pernah keluar? Bagaimana rasanya jika tiba-tiba melihat keajaiban di balik pohon rindang? Harapan dan keputusasaanku bersahut-sahutan dalam kepalaku.
Seharusnya sekarang tidak termasuk waktu senggang. Kalaupun iya, seharusnya masih banyak hal yang harus aku kerjakan. Tapi entah kenapa rasanya aku ingin menulis. Aku sedang duduk menghadap ke arah luar pintu. Hujan deras sedang turun sekarang. Angin dingin menerpa dari pintu dan jendela yang terbuka, juga dari kipas angin yang menyala di sampingku. Kira-kira beginilah keadaan ketika moodku tiba-tiba menjadi sangat baik untuk menulis. Oh dan tentu saja ada lagu yang sedang menemaniku. Aku tidak tahu apa judulnya tapi yang jelas ini lagunya Hivi!. Oh, what a great vibes...
Sekarang sudah mendekati jam pulang di kantorku. Pekerjaan untuk hari ini sudah kuselesaikan. Ketika sampai di paragraf ini, hujan sedang turun semakin deras. Aku membayangkan betapa kuyupnya aku nanti ketika perjalanan pulang. Tapi tak apa. Alhamdulillah. Hujan adalah rizki dari Tuhan. Aku tidak akan mengeluhkan. Oiya, suara hujan menghisap habis lagu yang sedang kuputar. Maklum, aku sedang berada di luar ruangan. Di meja resepsionis menghadap tiang bendera. Bisakah kalian membayangkannya?
Hujan masih saja deras di paragraf ketiga. Baunya semerbak memenuhi tempatku berpijak. Ah, betapa sore yang indah.
Tiba-tiba saja sudah akhir November. Sepertinya aku tidak pernah benar-benar serius saat berkata mau menulis lebih banyak tahun ini. Meskipun sebenarnya tidak sepenuhnya begitu karena sungguh jika kalian membaca draft dalam notes di hpku, akan kalian temukan puluhan catatan yang memang tidak pernah aku rencanakan untuk dipublikasikan. Biarlah kemarahan dan gundah gulanaku tersimpan rapi untukku sendiri.
Anyway, apa kabar? Masihkah kalian rajin menulis dan membaca? Aku iya. Semata-mata untuk menjaga kewarasanku yang semakin hari semakin kupertanyakan. Haha. Tapi sedari dulu, sepertinya disini menjadi tempatku kabur sejenak untuk melepas penat. Kudoakan kalian juga paling tidak punya satu atau dua tempat untuk kabur sepertiku. Tidak perlu lama, tapi melegakan.
Aku tidak tau lagi apa yang harus kutulis disini. Tetapi jika aku boleh menyontek tulisan dari notesku, maka izinkan aku bercerita tentang apa-apa yang kurasakan akhir-akhir ini. Segalanya baik, alhamdulillah. Tidak ada yang terlalu istimewa. Tetapi jika boleh jujur, sesungguhnya aku tidak bisa mendeskripsikan apa yang sedang kurasakan setelah semua yang kujalani. Sedihkah? Keceweakah? Bahagiakah? Pasrahkah? Ikhlaskah? Marahkah? Berharapkah? Aku tidak benar-benar tau.