• Home
  • About
  • Wanderbey
  • Contact
    • Email
    • WhatsApp
    • Line
  • Snap
facebook twitter instagram pinterest Email

haybeys

Aku mengenal semua rasa dalam diriku. Senang, sedih, marah, haru, bangga, banyaklah. Tapi yang paling gawat adalah ketika aku merasa marah dan sedih sekaligus. Otakku benar-benar gabisa diajak kompromi. Berisik minta ampun. Lebih berisik dari mulutku yang sudah berisik. Lalu lari kemana? Tentu saja kesini. Kutulis disini.

Kadang aku tidak mengerti dengan diriku. Kenapa aku tiba-tiba bisa sepeduli ini dengan urusan-urusan yang dulu kuabaikan. Untuk satu hal ini, aku ingin menjadi aku yang dulu. Sepertinya lebih baik bagi kejiwaanku. Tapi selainnya tidak. Aku bangga dengan diriku yang sekarang. See? Pikiranku memang serumit itu.

Semakin banyak orang yang kukenal dan kutemui, respon otak dan hatiku cuman dua “Ya Allah keren bgt... aku nanti mau jadi orang yang kayak gitu” atau “Ya Allah... jangan sampai nanti aku jadi manusia kayak gitu”. Udah. Lalu selebihnya kembali tak peduli. Aku tidak pernah terikat dan mengikat diriku. Untuk hal-hal tertentu. Wah, ini beda lagi. Rumit lagi.

Kau tau tawa ini datang darimana? Dari rasa sakit yang menumpuk sejak bayi. Memang bayi bisa membenci? Kenapa tidak? Jika yang selama ini ia lihat adalah dunia yang penuh dengan kebencian. Dan kebohongan tentu saja. Tidak lupa dengan kedoknya yang manis dan warna-warni. Bungkus. Selalu menarik seperti yang seharusnya.

Luka ini kubalut dengan tawa. Dan Chaca. Ah sungguh tak bisa kubayangkan hidupku tanpa dia. Aku tidak mendramatisir. Tapi dengan hanya hadir, Chaca membuat bebanku 70% terangkat. Meskipun kemudian pikiranku bandel dan air mataku sederas hujan Bulan Desember. Hahaha. Lihat kan? Aku tertawa.

Ah sudahlah. Biar kata-kata yang tidak ada habisnya ini tetap menggema dalam otakku. Selamat bermalam minggu.
Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian
Kukira aku sampah.
Terbuang, terlupakan, terapung dan tenggelam.
Tapi aku tidak pernah hilang.
Bahkan 400 tahun kemudian.
Bahkan setelah manusia-manusia yang membuangku mati terkubur harga diri.
Tersisa aku yang sedari awal memang sendiri.
Kukira aku tak peduli.
Pada tangan-tangan yang membuangku.
Pada tawa yang menghantui malamku.
Pada arus yang menghanyutkanku.
Pada tanah yang memelukku terlalu erat.
Tapi ternyata iya.
Oh sungguh tiba-tiba aku ingin menjadi manusia.
Hidup dan kaya raya.
Membeli semua bualan omong kosong mereka.
Tentang mencintai yang tiada batasnya.
Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian
Tadi malam, di bawah bayang-bayang, aku dan Chaca tersadar dari diam. Tenggelam dalam obrolan malam yang panjang. Katanya, pikiranku terlalu rumit dan sibuk. Tak perlu kau pahami, jawabku. Cukup cintai aku yang seperti ini dan dengarkan.

Chaca tau aku suka menulis. Kata dia, menulislah tapi jangan sedih. Dia suka tulisanku yang kacau. Tapi tak suka hatiku yang galau. Menulis. Bercerita dengan ketukan. Aku tau itu membuatku sejenak hilang. Selain berenang tentu saja.

Pikiranku hanya ingin merasa aman, keluhku, hampir setiap hari. Jangan terlalu kau ambil hati, tenang Chaca, hampir setiap hari juga. Lalu aku menangis. Tersedu. Dalam waktu yang tidak sebentar. Berharap semua kekacauan di otakku akan mengalir begitu saja. Meskipun nyatanya tidak. Baju Chaca basah. Maaf. Tapi itu membuatku nyaman. Setidaknya dalam kegaduhan yang kubuat sendiri, aku masih menemukan pijakan untuk sembunyi.

Dua puluh lima tahun hidupku. Kuhabiskan 10 tahun terakhir bertumbuh dengan Chaca. Bagaimana aku tidak merasa nyaman? Mungkin aku rakus. Aku terlalu buta untuk melihat bahwa kebahagiaan bersamanya saja harusnya sudah cukup. Tak perlu memaksakan apa yang sudah sejak aku lahir tak bisa dipaksakan. Aku berharap apa? Tidak. Aku tidak berbicara tentang orang ketiga. Tapi tentang orang-orang sebelum aku. Sebelum ragaku.
Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian

Cerita bermula.
Dua insan mendamba tapi tiada daya.
Kemudian aku.
Berlari. Berlari. Berlari. Terbuang. Dibuang. Disayang.
Kukira hidupku sesederhana menggoreng telur.
Pecah, rasa, panas, terbalik lalu tersaji.
Nyatanya tidak.
Penuh luka dan sayatan dan belas kasihan.
Sungguh aku tak butuh. Aku tak perlu.
Bagiku, berdiri di kaki sendiri sudah cukup.
Lebih dari cukup.
Meskipun angin menggoyang.
Kaki menendang menjatuhkan.
Mulut berdusta diiringi tawa.
Aku tak peduli. Bagiku, berdiri lebih berarti.
Berdiri di kaki sendiri.
Lalu berlari. Berlari. Berlari.
Kutinggalkan inti yang menyakiti.
Meskipun nyatanya tidak.
Darah tidak pernah lebih kental dari air bagiku.
Tapi, ya, ia memburu dan membelenggu.
Matilah rasa. Putuslah ikatan.
Biar hatiku Tuhan saja yang atur.
Kalian, diam dan hilang saja.
Biar aku bersama mereka yang bagiku lebih berarti daripada dunia dan seisinya.
Tuhan sembuhkan luka.
Tuhan sembuhkan luka.
Tuhan, aku bertanya.
Kenapa?

Share
Tweet
Pin
Share
No feedback dari kalian
Newer Posts
Older Posts

Hello!

Who's Haybey

Who's Haybey
Haybey is 30 something years young used-to-be-social-media-junkie who loves to tell stories about her daily life

About Me

My photo
Haybey
Jakarta, Indonesia
Berpikir melanglang buana ke langit dengan hati tetap menapak bumi. Berkontribusi tanpa eksistensi. JPP UGM 2012.
View my complete profile

Facebook

Friends

My Diary

  • ►  2025 (1)
    • ►  January 2025 (1)
  • ►  2024 (4)
    • ►  December 2024 (2)
    • ►  March 2024 (1)
    • ►  February 2024 (1)
  • ►  2023 (5)
    • ►  December 2023 (1)
    • ►  April 2023 (1)
    • ►  March 2023 (3)
  • ►  2022 (2)
    • ►  December 2022 (1)
    • ►  July 2022 (1)
  • ►  2021 (8)
    • ►  October 2021 (2)
    • ►  September 2021 (1)
    • ►  July 2021 (1)
    • ►  January 2021 (4)
  • ►  2020 (9)
    • ►  December 2020 (2)
    • ►  November 2020 (1)
    • ►  September 2020 (1)
    • ►  August 2020 (1)
    • ►  July 2020 (2)
    • ►  June 2020 (1)
    • ►  March 2020 (1)
  • ▼  2019 (9)
    • ►  October 2019 (1)
    • ▼  September 2019 (4)
      • Olah Rasa
      • Sampah
      • Pillow Talk
      • Muara
    • ►  July 2019 (1)
    • ►  May 2019 (2)
    • ►  March 2019 (1)
  • ►  2018 (7)
    • ►  December 2018 (1)
    • ►  July 2018 (3)
    • ►  April 2018 (1)
    • ►  March 2018 (2)
  • ►  2017 (8)
    • ►  December 2017 (1)
    • ►  September 2017 (3)
    • ►  March 2017 (1)
    • ►  February 2017 (3)
  • ►  2016 (5)
    • ►  September 2016 (1)
    • ►  July 2016 (3)
    • ►  January 2016 (1)
  • ►  2015 (15)
    • ►  December 2015 (1)
    • ►  September 2015 (2)
    • ►  July 2015 (2)
    • ►  June 2015 (4)
    • ►  April 2015 (1)
    • ►  March 2015 (2)
    • ►  January 2015 (3)
  • ►  2014 (6)
    • ►  December 2014 (4)
    • ►  October 2014 (1)
    • ►  June 2014 (1)
  • ►  2013 (9)
    • ►  November 2013 (3)
    • ►  April 2013 (2)
    • ►  January 2013 (4)
  • ►  2012 (47)
    • ►  December 2012 (1)
    • ►  November 2012 (4)
    • ►  October 2012 (9)
    • ►  September 2012 (4)
    • ►  August 2012 (3)
    • ►  June 2012 (2)
    • ►  April 2012 (4)
    • ►  March 2012 (7)
    • ►  February 2012 (8)
    • ►  January 2012 (5)
  • ►  2011 (26)
    • ►  December 2011 (12)
    • ►  November 2011 (6)
    • ►  October 2011 (5)
    • ►  September 2011 (1)
    • ►  August 2011 (1)
    • ►  May 2011 (1)

Find Me On

  • twitter
  • instagram
  • youtube

Created with by ThemeXpose